Sejarah Kawah Putih Ciwidey

  Sejarah Kawah Putih Ciwidey     Gunung Patuha konon berasal dari nama Pak Tua atau ”Patua”. Masyarakat setempat sering menyebutnya dengan Gunung Sepuh. Dahulu masyarakat setempat menganggap kawasan Gunung Patuha dan Kawah Putih ini sebagai daerah yang angker, tidak seorang pun yang berani menjamah atau menuju ke sana. Konon karena angkernya, burung pun yang terbang melintas di atas kawah akan mati.  Misteri keindahan danau Kawah Putih baru terungkap pada tahun 1837 oleh seorang peneliti botanis Belanda kelahiran Jerman, Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) yang melakukan penelitian di kawasan ini. Sebagai seorang ilmuwan, Junghuhn tidak mempercayai begitu saja cerita masyarakat setempat. Saat ia melakukan perjalanan penelitiannya menembus hutan belantara Gunung Patuha, akhirnya ia menemukan sebuah danau kawah yang indah.  Sebagaimana halnya sebuah kawah gunung, dari dalam danau keluar semburan aliran lava belerang beserta gas dan baunya yang menusuk hidung. Dari hal tersebut terungkap bahwa kandungan belerang yang sangat tinggi itulah yang menyebabkan burung enggan untuk terbang melintas di atas permukaan danau Kawah Putih. Karena kandungan belerang di danau kawah tersebut sangat tinggi, pada zaman pemerintahan Belanda sempat dibangun pabrik belerang dengan nama Zwavel Ontgining ‘Kawah Putih’. Kemudian pada zaman Jepang, usaha tersebut dilanjutkan


Gunung Patuha konon berasal dari nama Pak Tua atau ”Patua”. Masyarakat setempat sering menyebutnya dengan Gunung Sepuh. Dahulu masyarakat setempat menganggap kawasan Gunung Patuha dan Kawah Putih ini sebagai daerah yang angker, tidak seorang pun yang berani menjamah atau menuju ke sana. Konon karena angkernya, burung pun yang terbang melintas di atas kawah akan mati.

Misteri keindahan danau Kawah Putih baru terungkap pada tahun 1837 oleh seorang peneliti botanis Belanda kelahiran Jerman, Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) yang melakukan penelitian di kawasan ini. Sebagai seorang ilmuwan, Junghuhn tidak mempercayai begitu saja cerita masyarakat setempat. Saat ia melakukan perjalanan penelitiannya menembus hutan belantara Gunung Patuha, akhirnya ia menemukan sebuah danau kawah yang indah.

Sebagaimana halnya sebuah kawah gunung, dari dalam danau keluar semburan aliran lava belerang beserta gas dan baunya yang menusuk hidung. Dari hal tersebut terungkap bahwa kandungan belerang yang sangat tinggi itulah yang menyebabkan burung enggan untuk terbang melintas di atas permukaan danau Kawah Putih. Karena kandungan belerang di danau kawah tersebut sangat tinggi, pada zaman pemerintahan Belanda sempat dibangun pabrik belerang dengan nama Zwavel Ontgining ‘Kawah Putih’. Kemudian pada zaman Jepang, usaha tersebut dilanjutkan dengan nama Kawah Putih Kenzanka Gokoya Ciwidey yang langsung berada di bawah penguasaan militer Jepang. Di sekitar kawasan Kawah Putih terdapat beberapa makam leluhur, antara lain makam Eyang Jaga Satru, Eyang Rongga Sadena, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barabak, Eyankomg Bas, dan Eyang Jambrong.

Cerita mengenai Kawah Putih bermula pada abad ke 10 di mana terjadi sebuah letusan hebat oleh Gunung Patuha. Setelah letusan ini, banyak orang beranggapan bahwa lokasi ini adalah kawasan angker karena setiap burung yang terbang melewati kawasan tersebut akan mati. Seiring dengan berjalannya waktu, kepercayaan mengenai angkernya tempat ini mulai pudar, sampai akhirnya pada tahun 1837 ada seorang ahli botani dengan kebangsaan Jerman datang ke kawasan ini untuk melakukan penelitian. Peneliti yang bernama Dr. Franz Wilhelm Junghuhn tersebut sangat tertarik dengan Kawasan pegunungan sunyi yang bahkan tidak ada burung yang terbang di atasnya sehingga ia berkeliling desa untuk mencari informasi. Pada saat itu, seluruh informasi yang ia dapatkan adalah bahwa kasawan tersebut angker dan dihuni oleh mahluk halus.

Bagi Dr. Franz Wilhelm Junghuhn, pernyataan masyarakat setempat tersebut tidaklah masuk akal. Karena tidak percaya dengan cerita-cerita tersebut, ia pergi ke dalam hutan rimba untuk mencari tahu apa yang ada di sana. Singkat cerita, akhirnya Dr. Franz Wilhelm Junghuhn berhasil mencapai puncak gunung, dan dari sana ia melihat keberadaan sebuah danau indah berwarna putih dengan bau belerang yang menyengat. Sejak itu, keberadaan Kawah Putih Ciwidey menjadi terkenal dan mulai dari tahun 1987 pemerintah mengembangkan kawasan ini sebagai tempat wisata yang memberikan pengalaman unik melihat danau yang dapat berubah warna.


Akses Jalan


Bagi sahabat yang berasal dari Jakarta dapat mengakses jalan Tol Purbaleunyi dan keluar di Kopo (KM 135). Setelah keluar tol, ambil arah ke Soreang, setelah itu ikuti petunjuk arah ke Ciwidey. Untuk lebih detilnya, silakan tanya masyarakat setempat (hehe :D). Setelah dekat dengan lokasi, jalanan mulai berkelok-kelok dan menanjak. Terlebih lagi minimnya penerangan jalan dan juga jalanan yang sempit. Namun, jangan khawatir tersesat! Di sana ada petunjuk jalan menuju Kawasan Wisata Kawah Putih.

  Sejarah Kawah Putih Ciwidey     Gunung Patuha konon berasal dari nama Pak Tua atau ”Patua”. Masyarakat setempat sering menyebutnya dengan Gunung Sepuh. Dahulu masyarakat setempat menganggap kawasan Gunung Patuha dan Kawah Putih ini sebagai daerah yang angker, tidak seorang pun yang berani menjamah atau menuju ke sana. Konon karena angkernya, burung pun yang terbang melintas di atas kawah akan mati.  Misteri keindahan danau Kawah Putih baru terungkap pada tahun 1837 oleh seorang peneliti botanis Belanda kelahiran Jerman, Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) yang melakukan penelitian di kawasan ini. Sebagai seorang ilmuwan, Junghuhn tidak mempercayai begitu saja cerita masyarakat setempat. Saat ia melakukan perjalanan penelitiannya menembus hutan belantara Gunung Patuha, akhirnya ia menemukan sebuah danau kawah yang indah.  Sebagaimana halnya sebuah kawah gunung, dari dalam danau keluar semburan aliran lava belerang beserta gas dan baunya yang menusuk hidung. Dari hal tersebut terungkap bahwa kandungan belerang yang sangat tinggi itulah yang menyebabkan burung enggan untuk terbang melintas di atas permukaan danau Kawah Putih. Karena kandungan belerang di danau kawah tersebut sangat tinggi, pada zaman pemerintahan Belanda sempat dibangun pabrik belerang dengan nama Zwavel Ontgining ‘Kawah Putih’. Kemudian pada zaman Jepang, usaha tersebut dilanjutkan


Penginapan

Sahabat jangan pusing-pusing memikirkan penginapan apabila berkunjung ke Kawah Putih. Karena banyak resort yang menawarkan penginapan. Saat saya berkunjung ke Kawah Putih, saya menginap di Patuha Resort milik Perhutani. Lokasi Patuha Resort cukup dekat dengan Kawah Putih. Fasilitas di sana cukup lengkap, yaitu: kolam renang air panas, akses masuk gratis ke Kawah Putih, penyewaan mobil ke Kawah Putih, dan lain sebagainya. Di sana juga ada restoran yang buka di malam hari, dan juga sarapan gratis pada pagi hari. Dekat dari Patuha Resort juga ada warung yang menjual makanan ringan dan minuman. Tapi, jika sahabat terbiasa berbelanja di mini market, sahabat juga bisa menemui mini market dekat dengan Patuha Resort, namun sahabat harus turun gunung terlebih dahulu sekitar 500 meter. Tapi kalau sahabat ingin menginap di tempat lain ya silakan.


Di Lokasi


Di Kawasan Wisata Kawah Putih, terdapat dua lapangan parkir. Yang pertama dekat dengan pintu masuk, yang kedua dekat dengan kawah. Bicara soal tarif tiket masuk, tarifnya memang mahal. Yaitu Rp150.000 untuk mobil, dan Rp5.000 untuk motor. Eits, itu belum termasuk orang yang ada di dalamnya loh. Untuk tarif per-orangnya yaitu Rp15.000. Wah, keluar duit banyak nih. Setelah masuk ke lokasi, ada dua pilihan, yaitu memarkir kendaraan di bawah lalu naik ontang-anting atau melanjutkan perjalanan ke atas dengan kendaraan pribadi. Jika sahabat ingin memarkir kendaraan di bawah dan naik ontang-anting, sahabat harus mengeluarkan duit lagi sebesar Rp10.000 per-orangnya. Nah, kalau ingin melanjutkan perjalanan dengan kendaraan pribadi, ya silahkan saja. Tapi, jalan untuk menuju ke Kawah Putih cukup panjang, yaitu sekitar 5-7 km. Terlebih lagi jalannya berkelok kelok dan tanjakan yang cukup terjal.

Sampai di atas, mungkin sahabat sudah mencium bau belerang yang cukup menyengat. Apabila sahabat tidak kuat mencium bau belerangnya, ada yang menjual masker di dekat kawah. Harga per maskernya yaitu Rp5000. "Murah" kan? (Kalau di stasiun cuma Rp2000). Tapi kalau kantong sahabat sudah tipis, tidak membeli masker juga tidak apa-apa. Sahabat akan terbiasa mencium bau belerang. Saat mendekati kawah, hawa di sekitar kawah akan terasa cukup panas. Itu karena masih ada sumber panas bumi di sekitar air. Di dekat kawah terdapat Goa Belanda bekas tambang belerang. Goa itu ditutup dengan kayu dan dari mulut Goa tercium bau belerang yang menyengat. Saya sarankan agar sahabat tidak terlalu lama di depan mulut goa, karena selain bisa menyebabkan gangguan pernapasan, goa itu juga cukup seram loh. Sahabat bisa berfoto-foto di dekat air selama tidak menginjak lumpur belerang atau berenang di air. Di dekat kawah, sahabat bisa melihat tumbuhan yang hangus ataupun mati. Katanya itu menandakan bahwa Gunung Patuha pernah meletus. Jika sahabat sudah menikmati keindahan alam Kawah Putih, sahabat bisa turun kembali dengan menaiki ontang-anting. Sesampainya di bawah, sahabat bisa membeli oleh-oleh dari Ciwidey seperti stroberi, teh, kopi luwak, dan masih banyak lagi.

Comments

Silahkan tambahkan komentar Anda