ERA GALATAMA Liga Galatama sebagai wahana bagi klub (unit bisnis) diharapkan akan dapat menggantikan fungsi perserikatan. Klub-klub yang berada di bawah ‘label’ Liga Galatama diharapkan akan tumbuh dan berkembang tak terbatas karena pendirian dan pembentukan klub dapat direalisasikan oleh setiap individu maupun kelompok seperti unit-unit bisnis umumnya di berbagai lapangan industri. Liga sepakbola Indonesia yang dalam hal ini Liga Galatama ini berlangsung secara kontinu hingga 13 musim (atau 15 tahun) yang berakhir pada tahun 1994. Namun dalam perjalanannya liga (semi)profesional ini tertatih-tatih. Alasannya, ketua komisi silih berganti (enam ketua), belum meresap sebagai profesi, jumlah penonton semakin menurun, publikasi kurang, sponsor minim dan keanggotaan sangat fluktuatif (Tempo, 1994). Juga karena pemain klub banyak yang masuk pelatnas jangka panjang (dan lama) yang berpotensi mengganggu jadwal pertandingan terkait dengan turnamen yang diikuti oleh PSSI. Alasan lainnya adanya isu suap yang terkait dengan pengaturan skor pertandingan yang menciderai fairplay. PS. BARITO PUTERA GALATAMA berlaga di 5 Musim Liga Sepak Bola Utama yaitu sejak musim 88/89, 90, 90/92, 92/93, dan musim 93/94. 1988/1989 Barito Putera dibentuk dengan harapan memajukan sepakbola banua. Lahir dari inisiatif H. Sulaiman HB, yang saat itu sedang mempertaruhkan nyawa di RS Pondok Indah Jakarta karena dihadapkan pada operasi besar. Beberapa pemainnya berasal dari Persinus, beberapa diantaranya adalah :Fachri Amiruddin, Abdillah, Sir Yusuf Huawe.
Awal berdirinya langsung mengikuti Galatama, dengan manajer M Hatta dan Arsitek Andi Lala asal Ujung Pandang. 1989/1990 Pemain Legendaris Barito, Frans Sinatra Huwae bergabung setelah dipanggil H. Leman, frans mundur dari Klub Pelita Jaya. Pelatih saat itu Sukma Sejati, dan Frans menjadi kapten Barito. 1990/1991 Pelatih Sukma Sejati digantikan Maryoto, dimana beliau adalah instruktur Diklat Ragunan yang membimbing Frans. Salahudin bergabung Barito dan kemudian dipanggil Timnas Sea Games Manila dan mendapat medali emas. Salahudin jadi satu-satunya pemain Barito yang digaji PSSI seumur hidup. 1991/1992 Barito Putera melesat dibawah arahan Maryoto menumbangkan tim-tim Galatama. Akhir 1992, maryoto dipanggil PSSI untuk melatih Timnas. Pelatih Barito kemudian dipegang (alm) Andi Teguh. 1992/1993 Andi Teguh membawa barito semakin solid dengan pemain lokal di kompetisi galatama seperti Frans, Salahudin, Zainuri, Yusuf Luluporo, Abdillah, Albert Korano, Fahmi Amiruddin, Samsul Bahri, Joko Hariyono, Heriansyah, Saiman dll. 1993/1994 Daniel Roekito menggantikan Andi Teguh pada 1993, memoles Barito menjadi salah satu Tim yang ditakuti di Liga Dunhill. Memunculkan striker yang sangat disegani saat itu, Buyung Ismu. ERA LIGINA Setelah melakukan evaluasi sepakbola Indonesia dan keinginan membangun Sepakbola yang lebih modern (internasional), maka melalui perencanaan dan pembahasan yang dilakukan berkali-kali oleh Pengurus PSSI termasuk mempersiapkan perangkat peraturan pendukungnya akhirnya diputuskan kompetisi Perserikatan yang sudah berusia 63 tahun dan kompetisi Liga Galatama yang telah bergulir selama 14 tahun (13 musim) disatukan menjadi kompetisi baru yang disebut Liga Indonesia (disingkat Ligina) dan dilaksanakan pada tahun 1994. Ligina ini merupakan terobosan strategis dalam pengorganisasian dan pembinaan sepakbola nasional melalui klub dan kompetisi yang berjalan secara reguler.
Lauching kompetisi Ligina I (1994-1995) diadakan pada tanggal 27 November 1994 yang secara simbolik di Stadion Utama Senayan. Dalam perjalanannya di LIGINA, PS Barito Putera sempat menggebrak pada Liga Indonesia I musim 1994. Saat itu Barito Putera berhasil menembus babak 8 Besar lalu masuk ke Semifinal. Sayangnya PS. Barito Putera kalah 0-1 dari Persib Bandung. Peristiwa ini memang sangat mengecewakan supporter dan pecinta Barito Putera, namum kebanggan terhadap tim tetap terjaga sampai sekarang. bahkan kepulangan mereka dari Jakarta pada waktu itu disambut dengan lautan manusia berbaju merah (sesuai warna kaos tim mereka saat itu) yang menyemut dari bandara Syamsuddin Noor, banjarbaru hingga ke kota Banjarmasin. 1994/1995 Tahun yang tak bisa dilupakan, Barito Putera yang saat itu dimanejeri H Rahmadi HAS sukses ke semifinal Ligina I. Sayang mereka tumbang di semifinal kala berhadapan dengan Persib Bandung 0-1 di Senayan. Kekalahan yang disebut oleh media-media nasional sebagai keberhasilan yang dirampok, karena kekalahan tersebut disinyalir sudah diskenariokan. Namun sepulangnya dari Senayan, Barito disambut bak Pahlawan, manusia menyemut dari Bandara Syamsuddin Noor Banjarbaru ke arah Banjarmasin sepanjang 30 km dengan kostum merah kebanggan Barito Putera pada waktu itu. 1995/1996 Tahun ini Barito hanya mampu masuk 8 Besar Liga Dunhill, Daniel Roekito digantikan oleh pelatih asal Bulgaria, A.Soso. Sejak berdiri hingga sekarang, A.Soso adalah pelatih asing satu satunya yang pernah menukangi Barito. 1996/1997 Maryoto kembali hadir menggantikan A.Soso yang dianggap kurang maksimal.
Barito mampu kembali ke 8 besar Liga Kansas. 1997/1998 Maryoto diduetkan dengan A.Soso, namun hasilnya Barito hanya bertengger di 12 besar liga Indonesia. 1998/1999 Masih dengan duet maryoto dan A.Soso, namun belum ada peningkatan, Barito tetap di 12 Besar Ligina. 1999/2002 Barito Bertahan di Divisi Utama, ada 2 pelatih yang sempat menangani Barito, yaitu Rudy William Keltjes dan Tumpak Sihite. DEGRAGDASI KE DIVISI I Sebenarnya, Barito Putera cukup eksis bertahan di papan atas (8 Besar) divisi Utama pada jaman Liga Bank Mandiri. Prestasi fenomenal lain saat itu adalah seorang penyerangnya, Bakko Sadisso berhasil meraih sepatu emas / top skor Liga Indonesia pada tahun 2002. Sayangnya, selepas itu prestasi Barito Putera tiba-tiba menurun bahkan jatuh ke jurang degragdasi. Menurut kabar burung yang beredar, hal ini akibat terjadinya kesulitan finansial pada tim barito Putera ini, bukan hanya tim nya, tapi juga melanda perusahaan Hasnur Grup yang dimiliki sang owner, H. Sulaiman HB. Sempat diberitakan bubar ditahun-tahun kelam itu, namun kemudian sang manager, Hasnuryadi Sulaiman mengirim press release kepada media-media di Banjarmasin dan mengabarkan kalau Barito Putera masih ada, dan tidak bubar serta akan membangun tim baru untuk kembali berlaga dipercaturan sepakbola Indonesia. Liga Bank Mandiri edisi 2002/2003, Barito Putera ditangani oleh pelatih Rohanda. Pemain-pemainnya saat itu antara lain adalah Lourival Lima Filho atau yang akrap disapa Junior Lima, ditopang gelandang Novianto dan Bona Simanjuntak atau Nasrin Ambon serta kiper M. Anwar. di Akhir musim itu PS Barito Putera akhirnya harus meinggalkan kasta tertinggi Liga Indonesia dan terdegragdasi ke Divisi I 2002/2003 Kondisi Keuangan manajemen Barito Putera sedang mengalami kemunduran, Frans Sinarta Huwae dipercaya melatih Barito Putera. Sayang, setelah 9 Tahun berada di kasta tertinggi Liga Indonesia, Barito harus terpuruk ke Divisi I, sunggu kenangan pahit bagi Barito Putera.
DEGRAGDASI KE DIVISI II Ketidakberuntungan masih melanda Barito Putera pada musim berikutnya, Divisi I Liga Indonesia musim 2003/2004 PS Barito Putera harus terusir ke Divisi II. 3 Tim terbawah diisi oleh sesama Borneo, Mitra Kukar Dengan nilai 25 yang dihasilkan dari 22 pertandingan selama satu musim kompetisi. Mitra Kukar berada di posisi 10 dari 12 tim yang berlaga dalam kompetisi Divisi I Liga Indonesia Wilayah Timur. Sesuai dengan ketentuan dari PSSI, tiga tim peringkat bawah dari masing-masing wilayah harus terdegradasi ke Divisi II Liga Indonesia pada musim kompetisi mendatang, tak terkecuali Mitra Kukar yang berada di posisi 10. Selain Mitra Kukar, dua tim Wilayah Timur lainnya yang degradasi dari Divisi I Liga Indonesia adalah Barito Putra Banjarmasin yang menempati posisi 11 dan Perseman Manokwari yang menempati posisi juru kunci. 2003/2004 Barito kembali harus jatuh ke Divisi II, Frans digantikan (alm)Gusti Gazali. Sempat diisukan bubar, namun manajer Hasnuriyadi membantahnya dengan press release yang dikirim ke media cetak pada tahun itu. 2004-2007 Ditengah situasi Krisis, H Sulaiman HB menunjuk Putera Bungsunya Zainal hadi HAS untuk jadi manajer tim. Zainal kemudian memanggil Salahudin yang sukses menghantarkan Persepar Palangkaraya ke Divisi I Liga indonesia pada 2007. JUARA DIVISI II Pada musim 2008/2009, PS Barito Putera berhasil keluar sebagai Juara Divisi II. (walaupun Kompetisi Divisi II musim 2008/2009 itu berkahir di 31 oktober 2008). Pada laga di Stadion 17 Mei Banjarmasin, Jumat (31/10), Barito menang 1-0 atas PSCS Cilacap. Alhasil, “Laskar Antasari” itu menjadi juara dan PSCS harus puas sebagai runner-up. Kedua tim memerakan permainan menyerang sejak peluit kick-off berbunyi. Tetapi petaka bagi tim tamu datang pada menit ke-16, ketika terjadi pelanggaran di dalam kotak penalti sehingga wasit memberikan hukuman tendangan penalti bagi tuan rumah. Andri Joko yang diberi kepercayaan sebagai eksekutor dengan sempurna menjalankan tugasnya. Pemain dengan nomor punggung 22 itu mampu memperdaya penjaga gawang PSCS, Samsul Arifin, dan skor menjadi 1-0 yang bertahan sampai pertandingan usai. Dengan hasil ini maka PS. Barito Putera berhak promosi dan berlaga di Divisi I Liga Indonesia musim 2009/2010. 2008-2009 Dalam keadaan yang terpuruk, Salahudin memikul tanggung jawab mengembalikan Barito seperti jaman 1994/1995.
Akhirnya Salahudin berhasil mengumpulkan materi pemain yang punya semangat juang tinggi dan meraih Juara Divisi II pada 2008 dan mendapat promosi ke Divisi I pada 2009/2010. ERA DIVISI I BLAI Pada musim 2009/2010 PS Barito Putera berlaga di Divisi I. Saat itu Barito Putera bersama 58 klub lain berlaga untuk memperebutkan tiket Promosi ke Divisi Utama. Di babak pertama Barito Putera lolos sebagai juara grup VII yang bertanding dengan sistem Home Tournamen di Stadion 17 Mei Banjarmasin, yaitu : Barito Putra (Banjarmasin) Persepam (Pamekasan) Persebi (Bima) Perst (Tabanan) Setelah itu Barito Putera lolos ke babak ke II yang kembali berlaga di Stadion 17 Mei Banjarmasin, saat itu terjadi Derby kalsel antara PS Barito Putera dan Persiko Kotabaru. Adapun tim yang bertanding di babak kedua Grup K adalah : Barito Putra (Banjarmasin) Persiko (Kotabaru) Persepar (Palangkaraya) Persikubar (Kutai Barat) Barito Putera pun lolos ke Babak 8 Besar yang bertanding di Stadion Mandala Krida Jogjakarta & Stadion Sultan Agung Bantul. Sayang Barito Putera kalah bersaing dan hanya menempati peringkat ke 3 di Grup N sehingga gagal masuk semifinal. Tim yang berlaga di Grup N saat itu adalah : Perseru (Serui) Persemalra (Tual) Barito Putra (Banjarmasin) Persikubar (Kutai Barat) Syukurnya, sukses menapaki 8 Besar Divisi I itu membawa Barito Putera lolos ke Divisi Utama pada musim berikutnya, Liga Ti-Phone 2010/2011 2009/2010 Akhirnya Salahudin sukses membawa Barito Putera naik tahta ke Divisi Utama Liga Indonesia setelah menembus 8 besar Divisi I pada musim itu. Gairah tim kebali digalakkan, semangat masuk Divisi Utama jadi bidikan.
Hadirlah pilar-pilar terbaik Salahudin seperti Sugeng Wahyudi, Husin Mugni, Dwi Permana, Zulkan Arief, Adre Djoko, Sartibi Darwis, dll. DIVISI UTAMA PT. LI Tiket Promosi ke Divisi Utama 2010/2011 adalah saat yang sangat prestisius bagi klub kebanggaan urang banua. Salahuddin, mantan pemain Barito Putera berhasil membawa Barito Putera dari keterpurukan di Divisi II hingga kembali ke Divisi Utama. Namun hal yang berbeda adalah, Divisi Utama semenjak musim 2008/2009 adalah kasta kedua dibawah Indonesia Super League. Sehingga walau Barito kembali ke kasta Divisi Utama, masih ada 1 tangga lagi sebelum tim ini kembali ke kasta tertinggi seperti tahun 90an sampai 2000an. Musim pertama di Divisi Utama 2010/2011, saat itu Perusahaan ponsel, Ti-Phone yang jadi sponsor utama sehingga namanya menjadi Liga Ti-Phone. Barito Putera belum menggebrak dilaga kandang awal, Persiba Bantul berhasil menahan imbang PS. Barito Putera di stadion 17 Mei Banjarmasin 0-0. Saat itu barito belum diperkuat pemain asing.
Selepas itu, seluruh laga kandang di Stadion 17 Mei Banjarmasin berhasil diamankan oleh anak asuh Salahuddin. Sayangnya, kondisi terbalik dilaga tandang, Barito tak pernah meraih poin penuh di kandang lawan. Hanya ada 1 poin yang bisa dicuri dari PSMP Mojokerto (walaupun hal itu harus dibayar mahal dengan kerusuhan yang terjadi), selebihnya harus pulang dengan tertunduk lesu tanpa poin. Barito Putera masih tertahan di Divisi Utama pada musim 2010/2011. Musim 2011/2012, kekacauan terjadi di tubuh PSSI. Ceritanya memang panjang, tapi pada intinya Barito Putera pun sempat mengalami kebingungan. PSSI menyatakan bahwa kompetisi akan direset dan klub akan di verifikasi ulang. Barito Putera sempat berada dijajaran nominasi Pro 1. Akhirnya PSSI menyatakan kasta tertinggi adalah Indonesian Premier League (IPL) dengan campuran klub ISL musim sebelumnya + promosi Divisi Utama + Degragdasi terbaik + Ex LPI + Titipan sponsor + tim bersejarah. Perseteruan dengan PT. Liga Indonesia pun akhirnya pecah dan akhirnya ada kompetisi kembar di Indonesia. Di kasta tertinggi ada IPL (dibawah PSSI & PT. LPIS) dan ISL (dibawah PT. LI). Perjalanan di Divisi Utama PT.LI Musim 2011/2012 bermula dibulan Januari 2012. Barito Putera harus menjalani di Tour Papua menghadapi tim-tim dari timur jauh Indonesia. Dan sangat mengejutkan sekali, 6 poin penuh diraih di awal laga. Hingga akhirnya barito putera lolos ke 8 besar sebagai juara Grup, walau grafik nya menurun di 8 besar namun akhirnya lolos ke semifinal dan bahkan akhirnya jadi juara. 2010/2011 Ditangan salahudin Barito Putera mampu bertahan di papan tengah Grup 3 Kompetisi Divisi Utama Liga Ti-Phone. Jika tahun ini bisa jadi tim kuat di Liga Ti Phone, setidaknya tahun depan bisa jadi pelecut untuk menembus Liga Super Indonesia atau ISL. Pada laga terakhir melawan PSS Sleman, Barito takluk 0-1 sehingga finish di urutan ke 6 Divisi Utama Liga indonesia dan gagal lolos ke Piala Indonesia. Namun kemungkinan harapan besar Barito berlaga di Piala Indonesia sangat terbuka. Barito naik peringkat ke 5 setelah PSSI menghukum Persebaya Divisi Utama karena ketahuan memakai pemain yang tidak sah 2011/2012 Masih ditangan pelatih Salahuddin, Barito Putera sempat gamang memilih antara PT LI dan PT.LPIS. Nama PS. Barito Putera sempat terdaftar di 2 kompetisi kasta kedua itu.
Sejareah Kabupaten Barito Timur
Wilayah Kabupaten Barito Timur (Tamiang Layang) termasuk daerah inti kerajaan Banjar sejak zaman Hindu hingga dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Hindia Belanda pada tahun 1860, jad isebelumnya tidak pernah diserahkan oleh Kerajaan Banjar kepada Hindia Belanda seperti keb anyakan daerah lainnya di Kalimantan. Perjanjian 1826 menetapkan daerah tepi barat sepanjang sungai Barito dari Kuin hingga Mengkatip ditarik garis ke gunung Luang sampai ke selatan sepanjang sisi barat pegunungan Meratus termasuk dalam wilayah Kesultanan Banjar (1826-1860), sedangkan sebagian wilayah lainnya menjadi wilayah Hindia Belanda, seperti pembagian wilayah menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, merupakan bagian dari zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8 Tahun 1851 penginjil Denniger tiba di Marutuwu dan pada 18 Februari 1852 terjadi baptisan pertama umat Kristen di daerah ini.
Barito Timur adalah nama yang secara resmi ditetapkan bagi daerah ini setelah terbentuk menjadi kabupaten otonom sejak tahun 2002. Sebelumnya, daerah ini masih bergabung dengan Kabupaten Barito Selatan. Barito Selatan dikenal dengan nama Barito Hilir untuk wilayah dengan luas 8.287,57 km² sepanjang kiri dan kanan aliran Sungai Barito dan untuk Barito Timur dengan luas 3.013 km² yang meliputi daratan sebelah timur Sungai Barito. Seiring dengan semangat otonomi daerah, maka masyarakat Barito Timur mengusulkan dibentuknya kembali Kabupaten Barito Timur.
Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan pada waktu itu, Wilayah Barito Hilir dan Barito Timur adalah Wilayah Kewedanaan dari Kabupaten Barito yang pusat pemerintahannya berkedudukan di Muara Teweh.
Kedua wilayah Kewedanaan tersebut adalah :
Kewedanaan Barito Hilir dengan ibu kotanya Buntok
Kewedanaan Barito Timur dengan ibu kotanya Tamiang Layang
Tuntutan masyarakat dari kedua kewedanaan ini agar Kabupaten Barito dipisahkan menjadi dua kabupaten, yang akhirnya mendapat dukungan dari DPRD Barito pada tahun 1956 dalam bentuk Mosi tanggal 30 Januari 1956 dengan Nomor 1/MS/DPRD/56 dan tanggal 21 September 1956 dengan Nomor 2/MS/DPRD/56.
Selain itu tuntutan masyarakat ini dituangkan pula dalam surat dukungan Bupati Kepala Daerah Kabupaten Barito dengan surat nomor 675/UP-IV-4 tanggal 23 April 1958. Sambil menunggu ketetapan dari Pemerintah Pusat oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah, dikeluarkan Surat Keputusan (SK) nomor 28/Des-I-4/58 tanggal 10 Juni 1958 kemudian ditunjuklah Wedana Barito Hilir disamping tugasnya mengadakan persiapan-persiapan seperlunya.
Realisasi dari Surat Keputusan (SK) tersebut maka pada tanggal 5 September 1958 resmi terbentuknya Kantor Persiapan Kabupaten yang berkedudukan di Buntok. Tahun 1959 keluarlah Undang-undang nomor 27 Tahun 1959 yang berlaku sejak tanggal 4 Juli 1959. Dalam Undang undang tersebut ditetapkan antara lain Kewedanaan Barito Hilir dan Barito Timur dijadikan Daerah Otonomi yang terpisah dari Kabupaten Barito dengan nama Kabupaten Daerah Tingkat II Barito Selatan, dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Buntok.
Comments