Adam Malik adalah pemuda yang kritis, saat berusia 17 tahun, ia aktif dalam berbagai gerakan politik untuk memerdekakan bangsanya salah satunya adalah Partindo, saking aktifnya, Adam Malik pernah berurusan dengan hukum hingga di penjara 2 bulan oleh polisi Dinas Intel Politik di Sipirok.
Keinginannya untuk ikut membela bangsanya agar cepat merdeka membuat Adam Malik merantau ke Jakarta. Di usia 20 tahun, kipra Adam Malik dalam ikut andil memerdekakan Indonesia mulai terlihat. Ia bersama Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun 1937 berkantor di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo.
Perjuangan Adam Malik tidak berhenti sampai di situ, ketika penjajahan Jepang, ia ikut dalam perang gerilya. Ketika Indonesia akan merdeka yaitu mendekati tanggal 17 Agustus 1945, Adam Malik bersama Sukarni, Chaerul Saleh dan Wikana, menculik Ir Soekarno dan Bung Hatta dan memaksa dwi tunggal tersebut agar segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Adam Malik jugalah yang menjadi sumber penggerak masyarakat Jakarta agar berkumpul di lapangan Ikada dan mendukung sepenuhnya kepemimpinan Soekarno-Hatta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen.
Di masa kepemerintahan Soekarno, Adam Malik diangkat sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Unisovyet dan Polandia. Beliau juga ditunjuk sebagai ketua delegasi RI dalam perundingan Indonesia – Belanda untuk penyerahan Irian Barat pada tahun 1962. Ia juga iangkat sebagai Menko pelaksana Ekonomi Terpimpin di tahun 1965.
Ketika PKI semakin kuat, Adam Malik bersama Roeslan Abdul Ghani dan Jenderal Nasution sangat tidak menyukainya dan mereka bertiga terkenal dengan trio-sayap kanan yang dianggap kontra revolusi. Namun saat kepemimpinan Soeharto, sikap Adam Malik yang tidak suka dengan PKI ini justru menguntungkannya. Ia kemudian bergabung dengan Golkar dan menjabat sebagai Menlu RI. Adam Malik sangat strategis sekali perannya alam hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain. Beliau juga lah yang mempelopori berdirinya ASEAN di tahun 1967. Ia juga ditunjuk sebagai orang ASIA ke dua yang menjadi pemimpin sidang di PBB.
Di tahun 1977, Adam Malik dipilih sebagai ketua DPR/MPR dan tiga bulan kemudian diangkat sebagai Wakil Prsiden yang menggantikan Sri Sultan HB IX. Sifat Adam Malik yang ingin perannya terlihat membuatnya tak betah menjabat sebagai wakil presiden yang kerjaannya hanya meresmikan gedung saja. Ia kemudian melakukan dan menyatakan keresahan hatinya akan feodalisme yang dianut pemimpin nasional yang menurutnya seperti ‘tuan-tuan kebon’.
Seperti yang sudah ditulis diatas, Adam Malik tentu sering diberondong oleh wartawan berbagai pertanyaan politik. Namun Adam Malik selalu bisa menjawab dengan jawaban yang sangat terkenal ‘Semua Bisa Diatur’ seolah-olah mengindikasikan bahwa di negeri ini semua bisa diatur dengan uang. Adam Malik selalu memiliki banyak cara dalam menjawab pertanyaan itu.
Karir
Di zaman penjajahan Jepang, Adam Malik juga aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, ia pernah membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta.
Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen. 1945-1946 menjadi anggota Badan Persatuan Perjuangan di Yogyakarta. Karirnya semakin menanjak ketika menjadi Ketua II Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota Badan Pekerja KNIP. Pada tahun 1946, Adam Malik mendirikan Partai Rakyat, sekaligus menjadi anggotanya. 1948-1956, ia menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba. Pada tahun 1956, ia berhasil memangku jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) yang lahir dari hasil pemilihan umum.
Karir Adam Malik di dunia internasional terbentuk ketika diangkat menjadi Duta Besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk negara Uni Sovyet dan negara Polandia. Pada tahun 1962, ia menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat di Washington D.C, Amerika Serikat. Yang kemudian pertemuan tersebut menghasilkan Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat. Pada bulan September 1962, ia menjadi anggota Dewan Pengawas Lembaga di lembaga yang didirikannya,yaitu Kantor Berita Antara. Pada tahun 1963, Adam Malik pertama kalinya masuk ke dalam jajaran kabinet, yaitu Kabinet yang bernama Kabinet Kerja sebagai Menteri Perdagangan sekaligus menjabat sebagai Wakil Panglima Operasi ke-I Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam Malik bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Pada tahun 1964, ia mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi untuk Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB. Pada tahun 1966, Karirnya semakin gemilang ketika menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di kabinet Dwikora II.
Karir murninya sebagai Menteri Luar Negeri dimulai di kabinet Ampera I pada tahun 1966. Pada tahun 1967, ia kembali memangku jabatan Menteri Luar Negeri di kabinet Ampera II. Pada tahun 1968, Menteri Luar Negeri dalam kabinet Pembangunan I, dan tahun 1973 kembali memangku jabatan sebagai Menteri Luar Negeri untuk terakhir kalinya dalam kabinet Pembangunan II. Pada tahun 1971, ia sempat memimpin sidang umum PBB ke-26 sebagai Ketua Sidang. Karir tertingginya dicapai ketika berhasil memangku jabatan sebagai Wakil Presiden RI yang diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di tahun 1978. Ia merupakan Menteri Luar Negeri RI di urutan kedua yang cukup lama dipercaya untuk memangku jabatan tersebut setelah Dr. Soebandrio. Sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967.
Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, Adam Malik sering mengatakan “semua bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan “semua bisa diatur” itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini “semua bisa di atur” dengan uang.
Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan. Atas jasa-jasanya, Adam Malik dianugerahi berbagai macam penghargaan, diantaranya adalah Bintang Mahaputera kl. IV pada tahun 1971, Bintang Adhi Perdana kl.II pada tahun 1973, dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1998.
Comments