Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu, maka filsafat ilmu sangat diperlukan. Dengan mempelajari filsafat ilmu kita akan menyadari keterbatasan diri kita dan tidak terperangkap pada arogansi intelektual. Hal lebih diperlukan lagi adalah sikap keterbukaan diri, sehingga dapat saling menyapa dan mengarahkan potensi ilmu yang dimilikinya untuk kepentingan uat manusia. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat.
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru= yang pada akhirnya memunculkan sub-sub ilmu pengetahuan baru, bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Namun, ilmu pengetahuan tidak akan dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari filsafat.
Matematika merupakan cabang ilmu dari filsafat yang mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Bagi dunia keilmuan matematika berperan sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat. Maka dari itu kedudukan matematika dalam cabang filasat sangatlah penting. Matematika memberikan kontribusi yang begitu besar dalam dunia keilmuan. Dan begitu menarik untuk dikaji lebih dalam lagi.
Dalam sehari-hari, sesungguhnya kita tidak membutuhkan angka nol, benar-benar tidak butuh. Ketika anda ditanya, ‘Punya barapa jerukkah anda ?’, mka anda akn cenderung untuk mngatakn ‘Saya tidak punya jeruk’ ketimbang mengatakan ‘Saya mempunyai nol jeruk’. Ketika kita mempunyai seorang adik ditanya ‘Berapa tahun umur adikmu itu ?’. Mka qt lebih memilih untuk menjawab ‘Umurnya baru 1 bulan’ daripada harus menjawab dengan ’Umurnya baru 0 tahun’. Inilah masalahnya, karena dlm prakteknya qt sama sekali tdk memerlukan angka nol.
Maka dalam waktu yang sangat lama pada sejarah perjalann manusia, angka nol tidak muncul. Dan trnyata angka nol sendiri relative belum terlalu lama ditemukan, karena memang ‘tidak penting’. Petunjuk mengenai awal manusia mengenal hitungan ditemukan oleh arkeolog Karl Absolom thn 1930 dlm sebuah potongan tulang serigala – ternyata mereka lebih bernyali, karena qt lebih memilih utk menggunakan media kertas dibading tulang serigala – yang diperkirakan berumur 30.000 tahun.
Terserah anda akn membayangkan seperti apa 30.000 tahun yg lalu itu n bgmn qt hidup jk telah dilahirkan pd masa itu. Pada potongan tulang itu ditemukan goresan2 kecil yg tersusun dlm kelompok2 yg terdiri ats lima. iiiii iiiii iiiii. Entah apa yg telah dihitung oleh Manusia gua Gog. Apkh ia sedang menghitung berapa lalat yg telah ia lahap, ataukah sudah berapa lama ia tidak mandi, entahlah. Dan pd zaman ini angka nol sama sekali belum muncul, krn mmangnya untuk ap ?
Jauh sebelum zamannya si Gog, diperkirakan manusia baru mengenal angka satu n banyak atau satu, dua dan banyak. Pd saat ini ternyata masih ada yang menggunakan sistem ini, yaitu suku Indian Sirriona di Bolivia dan orang-orang Yanoama di Brasil. Ternyata seiring berjalannya waktu, mereka mulai merangkai angka yang sudah ada. Suku Bacairi dan Baroro memiliki system hitung ‘satu’, ‘dua’, ‘dua dan satu’, ‘dua dan dua’, ‘dua dan dua dan satu’, dst. Mereka memiliki system angka berbasis dua dan kita sekarang menyebutnya dengan system biner – saat ini kita sering mempelajarinya jika kita mempelajari system hitungan yang digunakan komputer. Saat ini pun kita menuliskan sebelas sebagai sepuluh dan satu, dst.
Sekarang kita menyebut system basis lima yang digunakan si Gog adalah system quiner. Mengapa Gog memilih lima sebagai basisnya, dan bukannya basis empat atau enam ? Toh, basis berapapun yang dipilih, maka system penghitungan akan tetap bisa dilakukan. Tampaknya ini dipilih karena manusia sajak dari dulu sampai sekarang memiliki lima jari di setiap tangan. Penyebutan Baroro untuk ‘dua dan dua dan satu’ adalah ‘seluruh jari tangan saya’ dan masyarakat Yunani kuno menyebut proses penghitungan dengan fiving – melimakan.Tapi sampai saat itu angka nol tetap belum muncul, karena kita tidak perlu mencatat dan mengatakan ‘nol serigala’ dan ‘nol adik kita’ bukan ?
Sejak masa Gog manusia terus mengalami kemajuan. Kembali kita menelusuri mesin waktu, lima ribu tahun yang lalu, orang-orang Mesir mulai membuat tanda untuk menunjukkan ‘satu’, tanda lain untuk menunjukkan ‘lima’, dsb. Sebelum masa piramida, orang-orang Mesir kuno telah menggunakan gambar untuk system bilangan desimal – basis sepuluh, jari dua tangan saya – mereka. Bangsa Mesir akan menggambar enam simbol untuk mencatat angaka seratus dua puluh tiga ketimbang menggambar 123 garis. Bangsa Mesir dikenal sangat menguasai matematika. Meraka pakar perbintangan dan pencatat waktu yang handal dan bahkan sudah menciptakan kalender. Penemuan sistem penanggalan matahari merupakan terobosan besar dan ditambah dengan penemuan seni geometri . Meskipun mereka sudah mencapai matematika tingkat tinggi, namun angka nol ternyata belum muncul juga di Mesir. Ini dikarenakan mereka menggunakan matematika untuk praktis dan tidak menggunakannya untuk sesuatu yang tidak berhubungan dengan kenyataan.
Kemudian kita berpindah ke Yunani. Sebelum tahun 500 SM, mereka telah memahami matematika dengan lebih baik dibandingkan Mesir. Mereka juga menggunakan basis 10. Orang Yunani , sebagai contoh, menuliskan angka 87 dengan 2 simbol, dibandingkan dengan Mesir yang harus menuliskannya dengan 15 simbol, yang justru mengalami kemunduran pada angka Romawi yang memerlukan 7 simbol – LXXXVII. Jika bangsa Mesir menganggap matematika hanyalah alat untuk mengetahui pergantian hari – dengan sistem kalender – dan mengatur pembagian lahan – dengan geometri – , maka orang Yunani memandang angka-angka dan filsafat dengan sangat serius. Zeno yang melahirkan paradoks ketertakhinggaan dan Pytagoras yang sangat kita kenal dengan teorema segitiga siku-sikunya – yang belakangan diketahui bahwa rumus ini sebenarnya sudah diketahui sejak 1000 tahun sebelumnya, dilahirkan di sini. Kita juga mengenal Aristoteles dan Ptolomeus. Mereka dikenal dengan filsafatnya mereka juga tidak menemukan angka nol. Angka nol tetap belum ditemukan sampai saat ini.
Kembali ke dunia timur, Babilonia – Iraq sekarang – ternyata memiliki sistem hitung kuno yang jauh lebih maju. Mereka menggunakan sistem berbasis 60, seksagesimal , sehingga mereka memiliki 59 tanda. Yang membedakan sistem ini dengan Mesir dan Yunani adalah, bahwa sebuah tanda dapat berarti 1, 60, 3600 atau bilangan yg lebih besar lainnya. Merekalah yang mengenalkan alat bantu hitung abax – soroban di Jepang, suan-pan di China, s’choty di Rusia, coulbadi di Turki, dll yang di sini kita sebut dengan sempoa). Sistem hitung mereka seperti sistem kita saat ini dimana 222 menunjukkan nilai ‘dua’, ‘dua puluh’ dan ‘dua ratus’. Begitu juga simbol i menunjukkan ‘satu’ atau ‘enam puluh’ dalam dua posisi yang berbeda. Orang Babilonia tidak memiliki metode untuk menunjukkan kolom-kolom yang tepat bagi simbol-simbol tertulis, sementara dengan abakus hal ini lebih mudah ditunjukkan angka mana yang dimaksud. Sebuah batu yang terletak di kolom kedua dapat dibedakan dengan mudah dari batu yang terdapat di kolom ketiga dan seterusnya. Dengan demikian i dapat berarti 1, 60 atau 3600 atau nilai yang lebih besar. Sehingga ii dapat lebih kacau lagi, karena bsa berarti 61, 3601, dsb. Maka diperlukan penanda dan mereka menggunakan ii sebagai tempat kosong, sebuah kolom kosong pada abakus. Sehingga sekarang ii berarti 61 dan iiii berarti 3601. Walaupun mereka telah menemukan penanda kolom kosong dengan ii, namun sesungguhnya angka nol tetap saja belum muncul pada kebudayaan ini.ii tetap tidak mempunyai nilai numerik tersendiri.
Maka ketika kita meninggalkan kebudayaan-kebudayaan di atas, tetap saja belum kita temukan angka nol dan dari titik ini kita akan mengalami percabangan untuk menentukan siapa sebenarnya penemu sang angka nol. Asal mula matematika di India masih samar. Sebuah teks yang ditulis pada tahun 476 M menunjukkan pengaruh matematika Yunani, Mesir dan Babilonia yang dibawa Alexander saat penaklukannya. Suatu ketika pakar Matematika India mengubah sistem hitung mereka dari sistem Yunani ke Babilonia tetapi berbasis sepuluh. Namun dari referensi pertama bilangan Hindu yang berasal dari seorang Uskup Suriah pada tahun 662 menyebutkan bahwa mereka menggunakan 9 tanda dan bukannya sepuluh.
Dengan jatuhnya kekaisaran Romawi pada abad VII, Barat pun mengalami kemunduran dan Timur mengalami kebangkitan. Selama bintang Barat tenggelam di balik cakrawala, bintang lainnya terbit, Islam.
Setelah Rasulullah Muhammad saw wafat maka dimulailah masa Khulafur Rasyidin yang dipimpim oleh Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq ra, Amirul Mukminin Umar Bin Khattab Al Faruq ra, Amirul Mukminin Usman Bin Affan Dzunnurrain ra dan Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib kw. Dan saat ini Islam telah tersebar mencapai Mesir, Suriah, Mesopotamia dan Persia dan juga Yerusalem. Pada tahun 700 M, Islam telah mencapai sungai Hindus di Timur dan Algiers di Barat. Tahun 711 M, Islam telah menguasai Spanyol sampai ke wilayah Prancis dan di tahun 751 M telah mengalahkan Cina. Dan di Spanyol yang lebih dikenal dengan Andalusia, mengalami puncak kejayaanya pada abad VIII.
Pada abad IX, Khalifah Al Ma’mun mendirikan perpustakaan megah, Bayt Al Hikmah – Rumah Kebijaksanaan. Dan salah satu ilmuwan terkemukannya adalah Muhammad Ibnu Musa Al Khawarizmi. Tulisan pentingnya antara lain Al-Jabr Wa Al-Muqabala dan dari sinilah muncul istilah aljabar – penyelesaian. Dan juga menyebarkan Algoritma dari kata Al-Khawarizmi.
Dan dari sinilah bangsa-bangsa di belahan dunia lain akan mengikuti sistem bilangan arab yang baru. Bilangan yang terdiri atas sepuluh tanda. Dan akhirnya angka nol pun muncul dan selesailah perjalanan kita. Dan kita tetap belum tahu secara pasti apakah angka nol pertama muncul di India ataukah di Andalusia ataukah di Arab. Namun suatu hal yang pasti, ia baru muncul pada abad minimal – VI atau bahkan lebih. Wallahu ‘alam.
Tapi ada juga yang mengatakan bahwa Muhammad Ibnu Musa Al Khawarizmi inilah yang menemukan angka 0 (nol) yang hingga kini dipergunakan. Apa jadinya coba jika angka 0 (nol) tidak ditemukan coba? Selain itu, dia juga berjasa dalam ilmu ukur sudut melalui fungsi sinus dan tanget, persamaan linear dan kuadrat serta kalkulasi integrasi (kalkulus integral). Tabel ukur sudutnya (Tabel Sinus dan Tangent) adalah yang menjadi rujukan tabel ukur sudut saat ini.
Jauh sebelum zamannya si Gog, diperkirakan manusia baru mengenal angka satu n banyak atau satu, dua dan banyak. Pd saat ini ternyata masih ada yang menggunakan sistem ini, yaitu suku Indian Sirriona di Bolivia dan orang-orang Yanoama di Brasil. Ternyata seiring berjalannya waktu, mereka mulai merangkai angka yang sudah ada. Suku Bacairi dan Baroro memiliki system hitung ‘satu’, ‘dua’, ‘dua dan satu’, ‘dua dan dua’, ‘dua dan dua dan satu’, dst. Mereka memiliki system angka berbasis dua dan kita sekarang menyebutnya dengan system biner – saat ini kita sering mempelajarinya jika kita mempelajari system hitungan yang digunakan komputer. Saat ini pun kita menuliskan sebelas sebagai sepuluh dan satu, dst.
Sekarang kita menyebut system basis lima yang digunakan si Gog adalah system quiner. Mengapa Gog memilih lima sebagai basisnya, dan bukannya basis empat atau enam ? Toh, basis berapapun yang dipilih, maka system penghitungan akan tetap bisa dilakukan. Tampaknya ini dipilih karena manusia sajak dari dulu sampai sekarang memiliki lima jari di setiap tangan. Penyebutan Baroro untuk ‘dua dan dua dan satu’ adalah ‘seluruh jari tangan saya’ dan masyarakat Yunani kuno menyebut proses penghitungan dengan fiving – melimakan.Tapi sampai saat itu angka nol tetap belum muncul, karena kita tidak perlu mencatat dan mengatakan ‘nol serigala’ dan ‘nol adik kita’ bukan ?
Sejak masa Gog manusia terus mengalami kemajuan. Kembali kita menelusuri mesin waktu, lima ribu tahun yang lalu, orang-orang Mesir mulai membuat tanda untuk menunjukkan ‘satu’, tanda lain untuk menunjukkan ‘lima’, dsb. Sebelum masa piramida, orang-orang Mesir kuno telah menggunakan gambar untuk system bilangan desimal – basis sepuluh, jari dua tangan saya – mereka. Bangsa Mesir akan menggambar enam simbol untuk mencatat angaka seratus dua puluh tiga ketimbang menggambar 123 garis. Bangsa Mesir dikenal sangat menguasai matematika. Meraka pakar perbintangan dan pencatat waktu yang handal dan bahkan sudah menciptakan kalender. Penemuan sistem penanggalan matahari merupakan terobosan besar dan ditambah dengan penemuan seni geometri . Meskipun mereka sudah mencapai matematika tingkat tinggi, namun angka nol ternyata belum muncul juga di Mesir. Ini dikarenakan mereka menggunakan matematika untuk praktis dan tidak menggunakannya untuk sesuatu yang tidak berhubungan dengan kenyataan.
Kemudian kita berpindah ke Yunani. Sebelum tahun 500 SM, mereka telah memahami matematika dengan lebih baik dibandingkan Mesir. Mereka juga menggunakan basis 10. Orang Yunani , sebagai contoh, menuliskan angka 87 dengan 2 simbol, dibandingkan dengan Mesir yang harus menuliskannya dengan 15 simbol, yang justru mengalami kemunduran pada angka Romawi yang memerlukan 7 simbol – LXXXVII. Jika bangsa Mesir menganggap matematika hanyalah alat untuk mengetahui pergantian hari – dengan sistem kalender – dan mengatur pembagian lahan – dengan geometri – , maka orang Yunani memandang angka-angka dan filsafat dengan sangat serius. Zeno yang melahirkan paradoks ketertakhinggaan dan Pytagoras yang sangat kita kenal dengan teorema segitiga siku-sikunya – yang belakangan diketahui bahwa rumus ini sebenarnya sudah diketahui sejak 1000 tahun sebelumnya, dilahirkan di sini. Kita juga mengenal Aristoteles dan Ptolomeus. Mereka dikenal dengan filsafatnya mereka juga tidak menemukan angka nol. Angka nol tetap belum ditemukan sampai saat ini.
Kembali ke dunia timur, Babilonia – Iraq sekarang – ternyata memiliki sistem hitung kuno yang jauh lebih maju. Mereka menggunakan sistem berbasis 60, seksagesimal , sehingga mereka memiliki 59 tanda. Yang membedakan sistem ini dengan Mesir dan Yunani adalah, bahwa sebuah tanda dapat berarti 1, 60, 3600 atau bilangan yg lebih besar lainnya. Merekalah yang mengenalkan alat bantu hitung abax – soroban di Jepang, suan-pan di China, s’choty di Rusia, coulbadi di Turki, dll yang di sini kita sebut dengan sempoa). Sistem hitung mereka seperti sistem kita saat ini dimana 222 menunjukkan nilai ‘dua’, ‘dua puluh’ dan ‘dua ratus’. Begitu juga simbol i menunjukkan ‘satu’ atau ‘enam puluh’ dalam dua posisi yang berbeda. Orang Babilonia tidak memiliki metode untuk menunjukkan kolom-kolom yang tepat bagi simbol-simbol tertulis, sementara dengan abakus hal ini lebih mudah ditunjukkan angka mana yang dimaksud. Sebuah batu yang terletak di kolom kedua dapat dibedakan dengan mudah dari batu yang terdapat di kolom ketiga dan seterusnya. Dengan demikian i dapat berarti 1, 60 atau 3600 atau nilai yang lebih besar. Sehingga ii dapat lebih kacau lagi, karena bsa berarti 61, 3601, dsb. Maka diperlukan penanda dan mereka menggunakan ii sebagai tempat kosong, sebuah kolom kosong pada abakus. Sehingga sekarang ii berarti 61 dan iiii berarti 3601. Walaupun mereka telah menemukan penanda kolom kosong dengan ii, namun sesungguhnya angka nol tetap saja belum muncul pada kebudayaan ini.ii tetap tidak mempunyai nilai numerik tersendiri.
Maka ketika kita meninggalkan kebudayaan-kebudayaan di atas, tetap saja belum kita temukan angka nol dan dari titik ini kita akan mengalami percabangan untuk menentukan siapa sebenarnya penemu sang angka nol. Asal mula matematika di India masih samar. Sebuah teks yang ditulis pada tahun 476 M menunjukkan pengaruh matematika Yunani, Mesir dan Babilonia yang dibawa Alexander saat penaklukannya. Suatu ketika pakar Matematika India mengubah sistem hitung mereka dari sistem Yunani ke Babilonia tetapi berbasis sepuluh. Namun dari referensi pertama bilangan Hindu yang berasal dari seorang Uskup Suriah pada tahun 662 menyebutkan bahwa mereka menggunakan 9 tanda dan bukannya sepuluh.
Dengan jatuhnya kekaisaran Romawi pada abad VII, Barat pun mengalami kemunduran dan Timur mengalami kebangkitan. Selama bintang Barat tenggelam di balik cakrawala, bintang lainnya terbit, Islam.
Setelah Rasulullah Muhammad saw wafat maka dimulailah masa Khulafur Rasyidin yang dipimpim oleh Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq ra, Amirul Mukminin Umar Bin Khattab Al Faruq ra, Amirul Mukminin Usman Bin Affan Dzunnurrain ra dan Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib kw. Dan saat ini Islam telah tersebar mencapai Mesir, Suriah, Mesopotamia dan Persia dan juga Yerusalem. Pada tahun 700 M, Islam telah mencapai sungai Hindus di Timur dan Algiers di Barat. Tahun 711 M, Islam telah menguasai Spanyol sampai ke wilayah Prancis dan di tahun 751 M telah mengalahkan Cina. Dan di Spanyol yang lebih dikenal dengan Andalusia, mengalami puncak kejayaanya pada abad VIII.
Pada abad IX, Khalifah Al Ma’mun mendirikan perpustakaan megah, Bayt Al Hikmah – Rumah Kebijaksanaan. Dan salah satu ilmuwan terkemukannya adalah Muhammad Ibnu Musa Al Khawarizmi. Tulisan pentingnya antara lain Al-Jabr Wa Al-Muqabala dan dari sinilah muncul istilah aljabar – penyelesaian. Dan juga menyebarkan Algoritma dari kata Al-Khawarizmi.
Dan dari sinilah bangsa-bangsa di belahan dunia lain akan mengikuti sistem bilangan arab yang baru. Bilangan yang terdiri atas sepuluh tanda. Dan akhirnya angka nol pun muncul dan selesailah perjalanan kita. Dan kita tetap belum tahu secara pasti apakah angka nol pertama muncul di India ataukah di Andalusia ataukah di Arab. Namun suatu hal yang pasti, ia baru muncul pada abad minimal – VI atau bahkan lebih. Wallahu ‘alam.
Tapi ada juga yang mengatakan bahwa Muhammad Ibnu Musa Al Khawarizmi inilah yang menemukan angka 0 (nol) yang hingga kini dipergunakan. Apa jadinya coba jika angka 0 (nol) tidak ditemukan coba? Selain itu, dia juga berjasa dalam ilmu ukur sudut melalui fungsi sinus dan tanget, persamaan linear dan kuadrat serta kalkulasi integrasi (kalkulus integral). Tabel ukur sudutnya (Tabel Sinus dan Tangent) adalah yang menjadi rujukan tabel ukur sudut saat ini.
Comments