Pada tahun 1988, nike mulai beroperasi perusahaannya di Indonesia dan sepertiga saat ini sepatu yang ada di pasaran indonesia adalah merk nike. Dalam sebuah wawancara pers di November 1994, koordinator perusahaan cabang Nike di Indonesia, Tony Band, mengatakan perusahaan yang digunakan di Indonesia berjumlah 11 kontraktor. Di antaranya merupakan bekas-bekas basis perusahaan asosiasi Nike di Korea Selatan dan Taiwan yang juga pada saat yang sama menghasilkan untuk merek lain seperti Reebok, Adidas dan Puma.
pada awalnya dikenal dengan memakai nama Blue Ribbon Sports (BRS), didirikan oleh Universitas Oregon yang diprakarsai oleh atlet Philip Knight dan pelatihnya Bill Bowerman pada Januari 1964. Perusahaan ini awalnya dioperasikan sebagai distributor untuk pembuat sepatu Jepang Onitsuka Tiger (sekarang ASICS), yang telah berhasil membuat penjualan terbanyak melebihi dari penjualan Knight’s automobile milik knight. Menurut Otis Davis, seorang atlet mahasiswa yang pernah dilatih oleh Bowerman di Universitas Oregon, dan pernah memenangkan dua medali emas di Olimpiade musim panas pada tahun 1960, Bowerman membuat pasangan pertama sepatu Nike untuknya, bertentangan dengan klaim bahwa mereka pertama kali membuat sepatu nike untuk Phil Knight. Kata Davis, “saya berkata pada Tom Brokaw bahwa saya adalah yang pertama, aku tidak peduli apa yang semua miliarder katakan. Bill Bowerman membuat sepasang sepatu pertama bagi saya. Orang orang banyak yang tidak percaya kepadaku. Pada kenyataanya, saya tidak merasakan kenyamanan pada kakiku ketika saya menggunakan sepatu itu . sepatu itu mensuport kinerjaku dan terlalu ketat pada saat saya gunakan. Tapi aku melihat Bowerman membuatnya dari besi wafel, dan sepatu itu milikku.”
Pada tahun 1966, BRS membuka toko ritel pertama, terletak di 3107 Pico Boulevard di Santa Monica, California. Pada 1971, hubungan antara BRS dan Onitsuka Tiger sudah mendekati akhir. BRS bersiap untuk meluncurkan sendiri produk sepatunya, dan akan menggunakan logo baru “Swoosh” yang dirancang oleh Carolyn Davidson. Swoosh ini pertama kali digunakan oleh Nike pada 18 Juni 1971, dan telah didaftarkan dengan US Patent dan Trademark Office pada 22 Januari 1974.
Pada tahun 1976, perusahaan itu menyewa John Brown and Partnernya, yang berbasis di Seattle, (seperti biro iklan pertama). Tahun berikutnya, perusahaan nike menciptakan “iklan produk” pertama untuk Nike, yang disebut “Tidak ada garis finish (There is no finish line)”, dan tidak ada produk Nike yang ditunjukkan. Pada tahun 1980, Nike telah mencapai pangsa pasar 50% di pasar sepatu atletik AS, dan perusahaan go public pada bulan Desember tahun itu.
Bersama-sama, Nike dan Wieden + Kennedy telah menciptakan banyak iklan di media cetak dan televisi, dan Wieden + Kennedy tetap menjadi biro iklan utama Nike. Lembaga pendiri Wieden dan partnernyalah yang telah menciptakan slogan “Just Do It” yang sampai sekarang ini telah dikenal oleh masyarakat dunia untuk kampanye iklan Nike pada tahun 1988, yang dipilih oleh Advertising Age sebagai salah satu dari lima slogan atas iklan dari abad ke-20 dan diabadikan dalam Lembaga
Smithsonian. Walt Stack adalah fitur pertama yang masuk dalam iklan Nike “Just Do It”, yang memulai debutnya pada tanggal 1 Juli 1988. Wieden memberi kredit yang telah menginspirasi untuk membuat slogan ” Let’s do it,”. Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Gary Gilmore sebelum ia dieksekusi.
Sepanjang tahun 1980-an, Nike memperluas lini produk untuk menjaring banyak cabang olahraga dan wilayah di seluruh dunia. Pada tahun 1990, Nike pindah ke delapan bangunan kampus markas utamanya di Dunia di Beaverton, Oregon.
Pabrik nike yang beroperasi di Indonesia berada di daerah yang berkembang kawasan industrinya yaitu di Tangerang dan serang. Pimpinnya di pegang oleh orang yang berasal dari perusahan nike dulu yang di korea , Sedangkan level menengah dipegang oleh orang Indonesia dan Kora. Untuk karyawan, semuanya oleh orang Indonesia terutama dari daerah jawa yang kebanyakan berjenis kelamin wanita berusia 16-22 tahun.
Nike di Indonesia
Nike telah beroperasi di Indonesia sejak 1988 dan hampir sepertiga dari sepatu yang ada sekarang merupakan produk dari sana. Dalam sebuah wawancara pers di November 1994, koordinator perusahaan Nike di Indonesia, Tony Band, mengatakan perusahaan yang digunakan di Indonesia berjumlah 11 kontraktor. Di antaranya merupakan bekas- bekas basis perusahaan asosiasi Nike di Korea Selatan dan Taiwan -yang juga pada saat yang sama menghasilkan untuk merek lain seperti Reebok, Adidas dan Puma-.Hubungan antara Nike dan kontraktor di Indonesia cukup dekat. Setiap personil Nike di setiap pabrik di Indonesia memeriksa kualitas dan pengerjaan yang memenuhi persyaratan ketat Nike.
Sebagian besar pabrik yang memproduksi untuk Nike berlokasi di daerah yang baru dikembangkan untuk industri ringan di Tangerang dan Serang, sebelah barat Jakarta. Pada pabrik yang dimiliki Korea (dan beberapa yang dimiliki Indonesia juga) manajemen puncaknya dipegang oleh orang Korea. manajer tingkat menengah dan supervisor juga dapat berasal dari Korea atau Indonesia.
Tapi para pekerja produksi semua berasal dari Indonesia, terutama wanita muda dalam kelompok usia 16-22, biasanya pekerja tersebut berasal dari pulau Jawa.
Nike di Asia
Terlepas dari eksperimen singkat namun tidak berhasil dengan manufaktur di AS, sepatu Nike selalu dibuat di Asia, awalnya di Jepang, kemudian di Korea Selatan dan Taiwan, dan baru-baru ini di China dan Asia Tenggara.Nike memulai produksi di Korea Selatan dan Taiwan pada tahun 1972, karena tertarik oleh tenaga kerja murah di sana, dan segera bergabung dengan perusahaan lain termasuk Adidas dan Reebok.
Tapi Nike kemudian memulai langkah lebih jauh. Alih-alih memiliki pabrik sendiri, mereka dikontrak produksi lokal di Korea dan Taiwan.
Sebagai perusahaan bos Nike Phil Knight mengatakan: "Tidak ada nilai pasti dalam membuat sesuatu hal. Nilai tersebut akan ditambahkan oleh penelitian yang cermat, dengan inovasi dan pemasaran" (Katz 1994). Produk Nike sekarang pada dasarnya mengikuti ide dari seorang desainer dan pemasar sepatu. Industri lantas dilakukan oleh pemasok Korea dan Taiwan. Sekali lagi, perusahaan lain mengikuti model ini.
Pada 1980-an Nike mencoba membuat produksi di Cina, dalam kemitraan dengan perusahaan milik negara, tapi hal ini malah mendatangkan bencana. Nike lantas memindahkan investasinya ke Taiwan. Nike lantas mengambil keuntungan dari ongkos tenaga kerja yang lebih murah di sana.
Pada akhir 1980-an dengan adanya pergolakan buruh di Korea Selatan, -peningkatan tingkat upah dan hilangnya kontrol dari tempat kerja oleh otoritas Korea - telah membuat negara tersebut menjadi kurang menarik bagi investor, baik asing maupun dalam negeri, yang mulai mencari lokasi lain yang lebih menyenangkan. Nike lantas memindahkan operasi mereka ke Thailand selatan dan Indonesia, dalam mencari tenaga kerja lebih murah dan tidak merepotkan. Upah di kedua negara tersebut disebut-sebut sebagai salah satu yang murah karena hanya memakai seperempat tarif dari yang dibayarkan di Korea Selatan. Beberapa asosiasi Nike yang bermarkas di Taiwan juga didirikan di Asia Tenggara.
Alasan lain untuk perpindahan ini adalah bahwa pada tahun 1988, baik Korea Selatan dan Taiwan kehilangan akses khusus untuk pasar AS, yang telah lama mereka nikmati sebagai status "negara berkembang" di bawah Sistem Preferensi Umum (GSP) AS. investor Korea dan Taiwan lantas bergerak ke pabrik di Thailand, Indonesia dan Cina dengan menggunakan pembuatan hak istimewa GSP dari negara-negara miskin.
Dari tujuh Nike pemasok atas sepatu olahraga pada tahun 1992, tiga adalah perusahaan Taiwan yang memproduksi produknya di Cina, tiga lainnya beroperasi di Korea Selatan, dan juga di Indonesia, satu adalah sebuah perusahaan di Thailand.
Comments