Sejarah Ketupat
Filosofi dan Makna Ketupat Ketupat atau kupat merupakan makanan pengganti nasi yang terbuat dari beras. Beras tersebut dibungkus dalam anyaman daun kelapa muda yang biasa disebut dengan janur dan menggunakan keterampilan tertentu. Meskipun pengganti nasi, ketupat bukanlah makanan utama yang dapat disajikan seperti nasi. Dalam pembuatan kulit ketupat diperlukan seni, kesabaran, dan keahlian khusus, agar dapat selesai dengan cepat dan hasil yang baik. Begitu pula untuk menjaga kepadatan dan dapat bertahan lama, ketupat perlu dimasak dengan penuh perhatian dan teknik yang baik dalam pembuatannya. Ketupat memiliki berbagai makna dan filosofi, hal ini sesuai dengan makna-makna yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga. Dalam bahasa Jawa ketupat disebut juga dengan kupat, kependekan dari ngaku lepat yaitu mengaku salah. Hal ini sejalan dengan budaya lebaran yang merupakan momen untuk saling bermaaf-maafan dan mengakui kesalahan dengan niat tulus, sehingga silaturahmi dapat terus dilaksanakan dengan baik. Dilihat dari rupa anyaman kulitnya yang rumit dan saling tumpang tindih, ketupat melambangkan perjalanan manusia yang akan selalu diselingi kerumitan dan masalah, sehingga memungkinkan di dalamnya terjadi kesalahan-kesalahan yang terlihat ataupun tidak, disadari ataupun tidak. Selain itu, tali yang tidak terputus dan bereratan satu sama lain tersebut menggambarkan pentingnya jalinan tali silaturahmi dalam kehidupan, agar nurani (janur) tidak mudah rusak, baik jalinan silaturahmi dengan keluarga, sanak saudara, orang orang terdekat, dan juga orang yang berbeda status sosial dengan kita tanpa membedakan satu sama lain.
Daun kelapa muda yang digunakan untuk membungkus ketupat atau disebut juga dengan janur merupakan kependekan dari kata jatining nur yang berarti hati nurani. Selain itu, bahan ketupat yang terbuat dari beras merupakan perlambang kebutuhan hawa nafsu manusia, karena beras digunakan untuk mengisi perut. Ketupat dan janur tersebut dapat difilosofikan sebagai hawa nafsu manusia yang terbungkus oleh hati nurani. Dalam hal ini terdapat pengendalian sifat manusia yang harusnya bisa selalu dimaafkan dan termaafkan karena masih adanya kontrol berupa hati nurani tersebut. Jika melihat bentuknya, ketupat berbentuk persegi dengan empat sudut. Empat sudut itu sebagai perlambang dari arah mata angin yang menunjuk utara, selatan, timur, dan barat. Ke empat penjuru tersebut seolah-olah mengingatkan kepada kita bahwa di mana pun kita berada harus selalu mengingat arah. Maksudnya, arah yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebenaran. Tuhan sesungguhnya ada di mana pun kita berada, pada setiap arah, sehingga kita pada dasarnya tidak akan pernah tersesat jika selalu menunjuk dan mengarah pada kiblat, dengan cara mendirikan solat. Ketupat yang kemudian dibelah dan terlihat warna putih beras yang terdapat di dalamnya menjadi perlambang suci dan bersihnya hati manusia setelah saling memaafkan dan mengakui kesalahan dengan tulus. Terakhir, ketupat yang sempurna bentuknya, baik isi maupun jalinan janurnya, menjadi perlambang kesempurnaan manusia setelah menjalankan sebulan penuh puasa Ramadan ditambah dengan lambang bahwa manusia tersebut telah kembali dalam kesempurnaan fitrah bulan ramadan.
Tradisi ketupat yang diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga dengan berbagai filosofinya merupakan sebuah pelajaran berharga mengenai nilai-nilai kehidupan, terutama dalam menumbuhkan nilai-nilai Islam dan sosial. Nilai-nilai tersebut yaitu dengan menjalin silaturahmi melalui sifat saling berbagi tanpa melihat perbedaan sosial, hingga tercipta hubungan kemasyarakatan yang harmonis. Ketupat Simbol Hidangan Kemenangan Lebaran merupakan hari kemenangan bagi umat muslim di dunia setelah menjalankan ibadah puasa selama 1 bulan. Perayaan lebaran dilaksanakan pada 1 Syawal. Namun sebelum itu umat Islam wajib menjalankan ibadah puasa selama satu tiga puluh hari di bulan Ramadhan. Puasa berarti mengekang hawa nafsu untuk makan, minum dan berhubungan suami istri selama subuh sampai matahari terbenam atau magrib. Selain itu selama bulan Ramadhan diwajibkan umat Islam memperbanyak amalan ibadah. Ketupat biasanya dihidangkan dengan sajian opor ayam yang semakin menambah citarasa lezat. Bagaimana tidak, setelah menahan lapar atau berpuasa selama 1 bulan, ketupat ibarat hidangan pamungkas atau hidangan kemenangan umat Islam. Lebaran tanpa hidangan ketupat akan terasa hambar. Istilahnya, bagai sayur tanpa garam. Ketupat di Masyarakat Jawa Salah satu masyarakat yang sangat mengenal ketupat adalah masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa menyebut ketupat dengan nama "kupat". Ketupat merupakan salah satu jenis makanan yang terbuat dari beras dan dimasukkan ke dalam anyaman pucuk daun kelapa atau janur. Pucuk daun kelapa itu dianyam hingga berbentuk kantong. Setelah dimasukkan ke dalam kantong, ketupat ditanak dan disajikan sebagai makanan pengganti nasi. Ketupat memiliki filosofi dan asal usul tentang budaya Timur, Indonesia. Sebagai karya budaya, ketupat berhubungan dengan sebuah karya yang menghasilkan bentuk beraneka ragam.
Sejarah Kue Lebaran: Kastengel & Nastar
Dalam budayanya Idul Fitri sering disebut juga "Lebaran". Ketika Lebaran kita banyak menjumpai aneka makanan; di Jawa Timur menu yang populer adalah tentunya ketupat, lalu opor ayam, biasanya juga ada lontong yang entah dibumbui apa tapi warnanya biasanya cokelat. Tapi yang aneh adalah kenapa ada jajanan bule yang ikut2an muncul di saat Lebaran? Dua kue yang paling terkenal adalah kastengel dan nastar. Nah, kira-kira beginilah sejarahnya:
Kastengel berasal dari bahasa Belanda "kaas/keju" dan "stengel/batang" yang tentu saja artinya adalah batang keju. Di negara aslinya ini memang aslinya seperti batang/stik (kurus dan panjang) dengan panjang kurang lebih 15cm. Bahan yang dipakai antara lain keju gouda (keju yang kulitnya merah), cheddar dan edam dan juga puff pastry. Kaasstengels biasanya disajikan di saat Natal maupun hari-hari raya tradisional. Hanya saja cara makannya tidak digado (dimakan begitu saja) melainkan dinikmati sebagai teman menyantap sup dan juga salad. Secara dulu Indonesia dihinggapi Belanda selama beberapa ratus tahun jadilah kaasstengels ini dikenal pula di kalangan priyayi tanah air. Tapi entah kenapa kelamaan adonannya berubah dari yang tadinya berupa batang/stik menjadi berupa cookies kecil yang cenderung empuk. Katanya sih gara-gara 15cm itu dianggap kebesaran untuk orang Indonesia dan juga orang Indonesia demen banget tepung (lebih murah daripada keju) jadinya bahannya lebih banyak tepung daripada bahan aslinya. Mulanya kaasstengels ini masih disajikan sebagai pelengkap sup dan salad di acara-acara rijstaffel dinner namun perlahan cara makannya jadi digado saja.
Comments