Nama beliau adalah Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani. Dilahirkan pada tahun 1333 H di kota Ashqodar ibu kota Albania yang lampau. Beliau dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya, lantaran kecintaan terhadap ilmu dan ahli ilmu. Ayah al Albani yaitu Al Haj Nuh adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu- ilmu syari’at di ibukota negara dinasti Utsmaniyah (kini Istambul), yang ketika Raja Ahmad Zagho naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, maka Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya beliau memutuskan untuk berhijrah ke Syam dalam rangka menyelamatkan agamanya dan karena takut terkena fitnah. Beliau sekeluargapun menuju Damaskus.
Setiba di Damaskus, Syeikh al-Albani kecil mulai aktif mempelajari bahasa arab. Beliau masuk sekolah pada madrasah yang dikelola oleh Jum’iyah al-Is’af al-Khairiyah. Beliau terus belajar di sekolah tersebut tersebut hingga kelas terakhir tingkat Ibtida’iyah. Selanjutnya beliau meneruskan belajarnya langsung kepada para Syeikh. Beliau mempelajari al-Qur’an dari ayahnya sampai selesai, disamping itu mempelajari pula sebagian fiqih madzab Hanafi dari ayahnya. Syeikh al-Albani juga mempelajari keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul, sehingga beliau menjadi seorang ahli yang mahsyur. Ketrampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencahariannya. Pada umur 20 tahun, pemuda al-Albani ini mulai mengkonsentrasi diri pada ilmu hadits lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahsan yang ada dalam majalah al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad Rasyid Ridha.
Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul “al-Mughni ‘an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar”. Sebuah kitab karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya’ Ulumuddin al-Ghazali. Kegiatan Syeikh al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya seraya berkomentar. “Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit (bangkrut)”. Namun Syeikh al-Albani justru semakin cinta terhadap dunia hadits. Pada perkembangan berikutnya, Syeikh al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab-kitab.
Karenanya, beliau memanfaatkan Perpustakaan adh-Dhahiriyah di sana (Damaskus). Di samping juga meminjam buku-buku dari beberapa perpustakaan khusus. Begitulah, hadits menjadi kesibukan rutinnya, sampai-sampai beliau menutup kios reparasi jamnya. Beliau lebih betah berlama-lama dalam perpustakaan adh-Dhahiriyah, sehingga setiap harinya mencapai 12 jam. Tidak pernah istirahat mentelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu sholat tiba. Untuk makannya, seringkali hanya sedikit makanan yang dibawanya ke perpustakaan. Akhirnya kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuk beliau. Bahkan kemudiaan beliau diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, beliau menjadi leluasa dan terbiasa datang sebelum yang lainnya datang. Begitu pula pulangnya ketika orang lain pulang pada waktu dhuhur, beliau justru pulang setelah sholat isya. Hal ini dijalaninya sampai bertahun-tahun.
Kelahiran Dan Pertumbuhan Beliau
Syaikh Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh bin Adam Najati al-Albani rahimahullah dilahirkan pada tahun 1332 H bertepatan dengan tahun 1914 M, dikota Asyqaderah, ibu kota lama republik Albania. Beliau hidup dikota ini kurang lebih selama sembilan tahun. Al-‘Allaamah Al-albani rahimahullah tumbuh berkembang dalam keluarga miskin yang jauh dari kekayaan. Keluarganya dikenal sebagai keluarga yang patuh pada agama dan berilmu.
Ayah beliau (Al-Haj Nuh bin Adam Najati rahimahullah) adalah seorang alumnus dari beberapa pesantren dan sekolah tinggi Islam yang berada di Istambul, ibukota pemerintahan ‘Utsmaniyyah. Setelah menyelesaikan studinya ia kembali ke Albania untuk berkhidmah kepada agama mengajarkan ilmunya kepada ummat sehingga menjadi salah satu marja’ (tempat bertanya) kaum muslimin yang berdatangan untuk menimba ilmunya. Beliau adalah seorang ulama dan ahli fiqih madzhab Hanafi.
Hijrah ke Negeri Syam
Pada masa pemerintahan Albania dikuasai oleh Ahmad Zoghu, ia merubah sistem pemerintahan Albania menjadi sebuah negara sekuler yang berkiblat pada Barat dalam segala aspek kehidupan, menyempitkan ruang gerak kaum muslimin serta menekan mereka dengan tekanan-tekanan yang menyulitkan.Mengamati kondisi yang semakin memburuk, al-Haj Nuh Najati rahimahullah sangat khawatir terhadap agama dan keturunannya. Ia putuskan untuk hijrah ke negeri Syam dan memilih kota Damaskus sebagai tempat domisilinya. Banyak hadits rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menjelaskan keutamaan negeri Syam, lagi pula kota ini tidak asing lagi baginya karena sebagai kota persinggahan dalam perjalanan-perjalanan haji.
Al-Albani rahimahullah menuturkan: “Ketika Ahmad Zoghu menguasai Albania dan memerintahnya, ia memaksa rakyat untuk melaksanakan perundang-undangan produk barat, menekan kaum wanita untuk menanggalkan hijab mereka dan memaksa polisi serta tentara untuk memakai topi. Semua itu sebagai peringatan akan jeleknya pemerintahan tersebut menurut pandangan ayahku. Oleh sebab itu ia memutuskan untuk hijrah ke negeri Syam khususnya ke kota Damaskus.
Ayahku banyak membaca hadits yang menerangkan tentang keutamaan negeri Syam secara umum dan kota Damaskus secara khusus, sebagaimana yang di ketahui. Kemudian barulah kami ketahui bahwa hadits-hadits itu ada yang shahih, hasan, dha’if, dan maudhu’. Namun kerangka berfikir ayah saya secara umum adalah benar dan sangat mantap didalam dirinya rahimahullah, itulah sebab kami berhijrah tanpa ada penekanan.
Al-Albani rahimahullah berkata: “Usiaku pada saat itu sembilan tahun. Aku tidak mengetahui bahasa Arab sedikitpun. Dengan demikian tatkala pergi ke Damaskus kami tidak mengetahui membaca dan menulis bahasa Arab.
Comments