Puspo Wardoyo – Pendiri Bisnis Ayam Bakar Wong Solo

 Puspo Wardoyo – Pendiri Bisnis Ayam Bakar Wong Solo  Bicara waralaba ayam bakar, ingat Wong Solo. Berdebat tentang Wardoyo, pemilik Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo. Malah dalam banyak hal, nama lelaki ini lebih beken ketimbang rumah makannya. Maklum, keberaniannya membuat acara Poligamy Award di suatu hotel beberapa waktu lalu, menimbulkan pro dan kontra. Apakah ia kebablasan dalam hal personal branding? Tunggu dulu. Ternyata, menurut pria kelahiran Solo 46 tahun lalu ini, apa yang ia lakukan memang disengaja. Kok bisa?   “Saya harus menciptakan konflik terus-menerus di benak orang supaya orang membicarakan saya,” ujar Direktur PT Sarana Bakar Diggaya ini blakbalakan. Bahkan ia mengungkapkan, jika perlu, ia membayar orang untuk mendemo dirinya sendiri. Tujuannya, supaya orang selalu membicarakan dirinya tanpa henti dan polemik menjadi panjang. Contohnya, isu poligami.   Bagi Puspo, apakah orang membicarakan hal positif atau negatif, untuk tahap awal bukanlah masalah. Yang penting, setiap saat orang membicarakan dirinya. Hal ini, dikatakannya, penting untuk bisnisnya. “Ketika orang membicarakan Puspo, itu berarti membicarakan Wong Solo, ” ujar suami dari empat wanita ini. Ia yakin, jika orang kenal Puspo, yang bersangkutan akan men- deliver hal itu ke Wong Solo.   Seperti halnya pengusaha lainnya

Bicara waralaba ayam bakar, ingat Wong Solo. Berdebat tentang Wardoyo, pemilik Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo. Malah dalam banyak hal, nama lelaki ini lebih beken ketimbang rumah makannya. Maklum, keberaniannya membuat acara Poligamy Award di suatu hotel beberapa waktu lalu, menimbulkan pro dan kontra. Apakah ia kebablasan dalam hal personal branding? Tunggu dulu. Ternyata, menurut pria kelahiran Solo 46 tahun lalu ini, apa yang ia lakukan memang disengaja. Kok bisa?


“Saya harus menciptakan konflik terus-menerus di benak orang supaya orang membicarakan saya,” ujar Direktur PT Sarana Bakar Diggaya ini blakbalakan. Bahkan ia mengungkapkan, jika perlu, ia membayar orang untuk mendemo dirinya sendiri. Tujuannya, supaya orang selalu membicarakan dirinya tanpa henti dan polemik menjadi panjang. Contohnya, isu poligami.

Bagi Puspo, apakah orang membicarakan hal positif atau negatif, untuk tahap awal bukanlah masalah. Yang penting, setiap saat orang membicarakan dirinya. Hal ini, dikatakannya, penting untuk bisnisnya. “Ketika orang membicarakan Puspo, itu berarti membicarakan Wong Solo, ” ujar suami dari empat wanita ini. Ia yakin, jika orang kenal Puspo, yang bersangkutan akan men- deliver hal itu ke Wong Solo.

Seperti halnya pengusaha lainnya, Puspo Wardoyo juga mengalami masa pasang surut dalam membesarkan ABWS. Awalnya Puspo Wardoyo adalah seorang Pegawai Negeri Sipil di kota Solo. Suatu hari beliau bertemu dengan temannya, seorang pedagang bakso yang merantau ke Medan dan sukses. Sampai-sampai temannya bilang “Medan adalah tempat yang potensial untuk usaha makanan. Dengan uang, jarak Solo-Medan lebih dekat dari Solo-Semarang.”

                     Puspo Wardoyo – Pendiri Bisnis Ayam Bakar Wong Solo  Bicara waralaba ayam bakar, ingat Wong Solo. Berdebat tentang Wardoyo, pemilik Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo. Malah dalam banyak hal, nama lelaki ini lebih beken ketimbang rumah makannya. Maklum, keberaniannya membuat acara Poligamy Award di suatu hotel beberapa waktu lalu, menimbulkan pro dan kontra. Apakah ia kebablasan dalam hal personal branding? Tunggu dulu. Ternyata, menurut pria kelahiran Solo 46 tahun lalu ini, apa yang ia lakukan memang disengaja. Kok bisa?   “Saya harus menciptakan konflik terus-menerus di benak orang supaya orang membicarakan saya,” ujar Direktur PT Sarana Bakar Diggaya ini blakbalakan. Bahkan ia mengungkapkan, jika perlu, ia membayar orang untuk mendemo dirinya sendiri. Tujuannya, supaya orang selalu membicarakan dirinya tanpa henti dan polemik menjadi panjang. Contohnya, isu poligami.   Bagi Puspo, apakah orang membicarakan hal positif atau negatif, untuk tahap awal bukanlah masalah. Yang penting, setiap saat orang membicarakan dirinya. Hal ini, dikatakannya, penting untuk bisnisnya. “Ketika orang membicarakan Puspo, itu berarti membicarakan Wong Solo, ” ujar suami dari empat wanita ini. Ia yakin, jika orang kenal Puspo, yang bersangkutan akan men- deliver hal itu ke Wong Solo.   Seperti halnya pengusaha lainnya

Maksud temannya adalah dengan pesawat, jarak Solo-Medan hanya satu jam perjalanan sedangkan Solo-Semarang harus naik bis selama empat jam. Setelah bertemu temannya itu, Puspo seperti termotivasi juga untuk menagdu nasib di Medan.

Waktu itu Puspo Wardoyo sudah tidak lagi menjadi pegawai negeri sipil, ia mundur dari PNS dan mendirikan warung ayam bakar meneruskan usaha orang tuanya yang juga jualan ayam. Sehingga Puspo hafal betul seluk beluk per-ayam-an dan cara mengolah ayam yang enak. Warung itulah yang kelak menjadi prototype ABWS.

Puspo selalu teringat kata-kata temannya tempo hari. Ia pun ingin ke Medan. Akhirnya ia menjual warung ayamnya yang di Solo ke temannya yang lain. Hasil penjualannya ia gunakan bekal ke Medan.  Namun sayang setelah sampai Jakarta uangnya dihitung-hitung tidak cukup untuk ke Medan. Akhirnya ia memutuskan untuk melamar pekerjaan menjadi guru. Puspo menargetkan untuk menjadi guru hanya dua tahun sambil mengumpulkan modal.

Akhirnya setelah modal terkumpul, ia kemudian melanjutkan cita-citanya untuk berjuang ke Medan. Sesampainya di Medan, Puspo segera mengontrak rumah, membeli vespa dan menyewa lahan di dekat bandara dengan sewa per hari 1000 rupiah waktu itu. Di lahan berukuran 4x4 itu Ia kemudian membuka warung ayam bakar.

Suatu hari pegawainya terlilit hutang di rentenir. Puspo pun kemudian berniat menolong pegawainya itu dengan membayar hutangnya. Alangkah senangnya hati si pegawai, sebagai balas jasanya, sang pegawai kemudian menghubungi temannya yang berprofesi sebagai wartawan untuk meliput warung Puspo Wardoyo tersebut.

Kontan saja keesokan harinya warung ayam bakar Puspo langsung di serbu orang. Puspo tak menyangka akan membawa dampak seramai ini. Akhirnya ia mulai putar otak untuk membesarkan usaha warungnya ke rumah makan yang lebih besar. Menunya pun semakin variatif. Sampai saat ini ada sekitar 100 menu.

Perjalanan Puspo Wardoyo dalam membesarkan ABWS tidaklah seperti membalik telapak tangan. Pada tahun pertama ia hanya bisa menjual 1-2 ekor ayam per hari. Di tahun kedua itulah setelah diliput oleh teman pegawainya, ABWS mulai menunjukkan arah kemajuan yang pesat. Puspo kemudian membuka cabang di berbagai kota. Puspo juga menawarkan kerja sama dengan sistem waralaba atau frencais. Puspo menjamin rasa dan mutu ABWS di kota manapun akan sama karena ia sudah mengatur komposisi bumbu dan mentraining pegawainya di setiap cabang dalam mengolah ayam. Sampai saat ini ABWS selalu diserbu pembeli apalagi saat bulan Ramadhan, bahkan sampai menolak-nolak. Dari orang biasa sampai pejabat sangat menyukai rasa ayam panggangnya.

                 Puspo Wardoyo – Pendiri Bisnis Ayam Bakar Wong Solo  Bicara waralaba ayam bakar, ingat Wong Solo. Berdebat tentang Wardoyo, pemilik Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo. Malah dalam banyak hal, nama lelaki ini lebih beken ketimbang rumah makannya. Maklum, keberaniannya membuat acara Poligamy Award di suatu hotel beberapa waktu lalu, menimbulkan pro dan kontra. Apakah ia kebablasan dalam hal personal branding? Tunggu dulu. Ternyata, menurut pria kelahiran Solo 46 tahun lalu ini, apa yang ia lakukan memang disengaja. Kok bisa?   “Saya harus menciptakan konflik terus-menerus di benak orang supaya orang membicarakan saya,” ujar Direktur PT Sarana Bakar Diggaya ini blakbalakan. Bahkan ia mengungkapkan, jika perlu, ia membayar orang untuk mendemo dirinya sendiri. Tujuannya, supaya orang selalu membicarakan dirinya tanpa henti dan polemik menjadi panjang. Contohnya, isu poligami.   Bagi Puspo, apakah orang membicarakan hal positif atau negatif, untuk tahap awal bukanlah masalah. Yang penting, setiap saat orang membicarakan dirinya. Hal ini, dikatakannya, penting untuk bisnisnya. “Ketika orang membicarakan Puspo, itu berarti membicarakan Wong Solo, ” ujar suami dari empat wanita ini. Ia yakin, jika orang kenal Puspo, yang bersangkutan akan men- deliver hal itu ke Wong Solo.   Seperti halnya pengusaha lainnya

Ada suatu cerita unik saat awal-awal merintis. Dahulu sehari ia hanya menghabiskan 3 ekor ayam, namun entah kenapa hari itu ia kedatangan 3 pelanggan berturut – turut yang memintanya menghidangkan 3 ekor ayam, sehingga saat itu ia harus bolak-balik ke pasar untuk emenuhi permintaan pelanggannya. Sebenarnya Puspo sudah bilang jika ayamnya sudah habis namun pelanggan tersebut bersedia menunggu sampai Puspo selesai membeli ayam di pasar dan mengolahnya untuknya.

Comments

Silahkan tambahkan komentar Anda