Biografi Armada

 DARI RATUSAN, bahkan mungkin ribuan band yang lahir dalam rentang waktu setahun, nama KERTAS Band sebenarnya termasuk yang cukup menggeliat. Artinya, lagunya ada yang menyelip diantara riuhnya lagu-lagu band lain yang nyaris seragam. Lagu dan album bertitel 'Kekasih Yang Tak Dianggap' yang dirilis 2 Desember 2006 silam, membuat band ini 'mendadak ngetop' di blantika musik Indonesia.   Meski sebenarnya persoalan "ngetop" ini bukan hal baru, minimal di level regional Sumatera, dimana band ini lahir dan bertumbuh. KERTAS Band adalah salah satu band indie-pop yang cukup terkenal di Palembang dan sekitarnya. Dari awal personilnya adalah Rizal [vokal], Radha [gitar], Andit [drum], Endra [bas] dan Argha [gitar]. Secara resmi, mereka yang awalnya personil dari band yang berbeda-beda memproklamirkan KERTAS Band, Mei 2005.  Meski baru, naman KERTAS Band kemudian melejit menjadi salah satu band yang cepat diperhitungkan di Palembang. Beberapa festival coba mereka ikuti dan hasilnya tidak mengecewakan juga. Salah satunya, Rizal pernah menyabet The Best Vocalist Festival Cyberb Tech Universitas Bina Dharma 2004 dan juga jadi finalis 3 Besar Dream Band 2005 untuk Daerah Jakarta dan Bandung.   Iseng-iseng kemudian mereka merekam album indie limited-edition. "Sebenarnya bukan album, karena kami hanya mengirim ke radio supaya ada yang mendengar lagi kita saja awalnya," jelas Rizal, ketika menyambangi redaksi TEMBANG.COM beberapa waktu lalu. Nggak disangka, responnya bagus. Tambah nggak disangka lagi, kemudian lagu-lagu mereka masuk dalam "kompilasi-bajakan" tanpa pernah mereka tahu kapan direkam dan diedarkannya. "Kita kaget waktu masuk ke toko kaset, kok ada lagu kita tapi dalam bentuk kompilasi," imbuh Rizal lagi.   Jam manggung dan undangan pentas, menjadi santapan mereka kemudian. Sampai suatu ketika, saat mereka manggung di salah satu daerah di Sumatera, seorang produser dari Jakarta menawari untuk rekaman album dan hijrah ke Jakarta. Tawaran yang --sayangnya-- tanpa pikir panjang, langsung mereka iyakan. Label yang menyebut dirinya Jiwa Production itu kemudian merekam album, dan 'berjanji' mendistribusikannya. Janjinya juga adalah membantu band ini berkembang, seperti misalnya lagunya jadi soundtrack sinetron, yang sekarang lazim dilakukan band-band baru.

DARI RATUSAN, bahkan mungkin ribuan band yang lahir dalam rentang waktu setahun, nama KERTAS Band sebenarnya termasuk yang cukup menggeliat. Artinya, lagunya ada yang menyelip diantara riuhnya lagu-lagu band lain yang nyaris seragam. Lagu dan album bertitel 'Kekasih Yang Tak Dianggap' yang dirilis 2 Desember 2006 silam, membuat band ini 'mendadak ngetop' di blantika musik Indonesia.

Meski sebenarnya persoalan "ngetop" ini bukan hal baru, minimal di level regional Sumatera, dimana band ini lahir dan bertumbuh. KERTAS Band adalah salah satu band indie-pop yang cukup terkenal di Palembang dan sekitarnya. Dari awal personilnya adalah Rizal [vokal], Radha [gitar], Andit [drum], Endra [bas] dan Argha [gitar]. Secara resmi, mereka yang awalnya personil dari band yang berbeda-beda memproklamirkan KERTAS Band, Mei 2005.

Meski baru, naman KERTAS Band kemudian melejit menjadi salah satu band yang cepat diperhitungkan di Palembang. Beberapa festival coba mereka ikuti dan hasilnya tidak mengecewakan juga. Salah satunya, Rizal pernah menyabet The Best Vocalist Festival Cyberb Tech Universitas Bina Dharma 2004 dan juga jadi finalis 3 Besar Dream Band 2005 untuk Daerah Jakarta dan Bandung.

Iseng-iseng kemudian mereka merekam album indie limited-edition. "Sebenarnya bukan album, karena kami hanya mengirim ke radio supaya ada yang mendengar lagi kita saja awalnya," jelas Rizal, ketika menyambangi redaksi TEMBANG.COM beberapa waktu lalu. Nggak disangka, responnya bagus. Tambah nggak disangka lagi, kemudian lagu-lagu mereka masuk dalam "kompilasi-bajakan" tanpa pernah mereka tahu kapan direkam dan diedarkannya. "Kita kaget waktu masuk ke toko kaset, kok ada lagu kita tapi dalam bentuk kompilasi," imbuh Rizal lagi.

Jam manggung dan undangan pentas, menjadi santapan mereka kemudian. Sampai suatu ketika, saat mereka manggung di salah satu daerah di Sumatera, seorang produser dari Jakarta menawari untuk rekaman album dan hijrah ke Jakarta. Tawaran yang --sayangnya-- tanpa pikir panjang, langsung mereka iyakan. Label yang menyebut dirinya Jiwa Production itu kemudian merekam album, dan 'berjanji' mendistribusikannya. Janjinya juga adalah membantu band ini berkembang, seperti misalnya lagunya jadi soundtrack sinetron, yang sekarang lazim dilakukan band-band baru.

Euforia rekaman album, membuat KERTAS Band terlena. Kontrak album tidak dipelajari dengan seksama, termasuk soal royalti dan pembagian honor manggung. Alhasil, ketika kemudian muncul pertanyaan soal itu, label "berkilah" sudah diatur semua di kontrak. Mulailah "petaka" itu. Sekedar informasi, di album pertama sebenarnya banyak musisi senior yang membantu penggarapannya. Seperti Adith The Fly, Benny Vena, Ian Protonema, Heydie Ibrahim eks Power Slaves, DD Crow Roxx, dan Andy Juliet.

Kini, sembari menjalani proses hukum yang terjadi dengan label lamanya, anak-anak KERTAS Band mencoba "lahir" baru. Diawali dengan perubahan nama menjadi ARMADA Band. Sayangnya, karena "stress" lantaran menghadapi persoalan hukum, Argha memilih kembali ke Palembang. "Dia sedih banget, sampai akhirnya pilih balik ke Palembang," jelas Andhit yang ikut nimbrung bicara.

Segera berbenah. ARMADA langsung masuk ke manajemen baru. Tentu belajar dari pengalaman, kini mereka lebih berhati-hati membaca kontrak dan semua perjanjian yang menyangkut nasi band ini. "Kita sadar kok, kalau dengan ini artinya kita kembali lagi ke awal atau nol lagi," jelas Rizal pasrah.

Bicara soal album kedua, ARMADA mengaku ada beberapa perubahan yang dilakukan. "Album pertama sebenarnya kita suka, tapi album ini lebih menunjukkan siapa ARMADA sesungguhnya," tambah Andhit. "Paling tidak, ide-ide yang tidak tersalurkan di album sebelumnya, bisa kita akomodir di album ini," sambung Rizal. Kemudian kalau album pertama ada tiga lagu ciptaan orang lain, termasuk single jagoan, untuk album kedua ini semua lagu dan aransemen adalah ciptaan ARMADA. "Album ini juga lebih nge-rock!" tegas Endra nyamber.

Ciri melayu yang melekat pada vokal Rizal, juga masih kentara di album kedua. "Melayu dalam konsep kita memang lebih merujuk pada warna vokal sih," jelas Rizal, yang karakternya memang kental dengan ornamen melayu. Padahal ketika masih ngeband sendiri, mereka kerap memainkan komposisi rock ala Mr BIG atau Dream Theater.

Kasus dengan label lama, ternyata cukup berpengaruh kepada personil ARMADA. "Secara musikalitas sebenarnya tidak ada, tapi secara lirik dan cara menyanyi, bisa dibilang lebih cowok dan lebih lugas," ujar Rizal yang menolak itu disebut bagian dari "sakit hatinya" kepada label sebelumnya.

Perubahan nama juga menjadi pertimbangan mereka kepada fans. "Kita tahu, mungkin orang akan anggap kita ini band baru, tapi nggak apa-apa karena kita siap dengan konsekuensi itu kok," terang pemilik nama lengkap Tsandy Rizal Adi Pradana ini kalem.

Euforia punya album, usai susah. Kini ARMADA mulai menapak dengan 'kapal yang baru' dan tentu saja dengan nakhoda baru juga. "Kami sih berharap kami berada di kapal yang benar sekarang," ujar Radha yang "akhirnya" ngomong juga. "Manajemen hanya memberi masukkan, mana yang bisa diterima pasar, mana yang tidak kok," jelas Andreas Wullur, manajernya, yang ikut nimbrung bicara.

Sedikit menyinggung soal kasus hukum yang sedang dihadapinya, ARMADA bertutur, dalam kontrak sebenarnya ada promo dan kontribusi yang harus mereka terima. "Tapi dari awal, kita malah nggak dapat apa-apa dan nggak tahu apa-apa soal apa-apa yang kita terima," kata Endra Prayoga, basis kelahiran Palembang 29 November 1983.

Contoh kasus, ada sinetron yang menggunakan lagu mereka ketika KERTAS Band, tapi mereka sendiri malah kaget karena tidak tahu. Kasus hukumnya pun bergulir sejak Oktober 2007 silam. "Sampai saat ini kita bolak-balik ke pengadilan,' aku Radha. Tuntutan label nggak main-main, mereka meminta KERTAS Band [ketika kasus bergulir, mereka masih menggunakan nama lama --red] Rp 1,3 milyar dengan anggapan mereka sudah lalai dan akan merugi jika perjanjian batal.

Malah, lantaran kasihan dengan band asal Palembang ini, seorang pengacara bernama Adnan Assegaf, akhirnya menawarkan diri membantu tanpa minta bayaran sepeserpun. "Kita disupport banyak pihak sih," imbuh Rizal.

Kasus boleh berjalan, personil ARMADA yang buta hukum pun bisa saja deg-degan dengan tuntutan label lamanya. Tapi yang namanya berkarya, toh tak bisa dihambat. Kini materi barunya sudah siap dengan label dan manajemen baru. "Kita menjagokan lagu "Gagal Bercinta" sebagai single pertama," jelas Rizal.

Comments

Silahkan tambahkan komentar Anda